
Taufik Hamim – Belum Punya Sanad, Bolehkah Mengajarkan Al-Quran?
Pertanyaan
Ustad Taufik yang saya hormati.
Dalam hal menghafal Al-Qur’an, kita dianjurkan untuk mempelajarinya secara talaqqi. Yaitu langsung kepada guru yang memiliki kafaah, bukan hanya hafizh 30 Juz, tapi juga memiliki riwayat ilmu yang sampai ke Rasulullah SAW. Nah yang ingin saya tanyakan :
1. Bolehkan kita menjadikan seorang hafizh (hafal 30 juz) yang belum punya sanad ke Rasulullah SAW sebagai guru tahfizh?
2. Bagaimana sebenarnya mekanisme dari sanad tahfidz ini, mulai dari Rasul, sahabat hingga ke masa kini (karena tulisan tentang ini sangat jarang dibahas, yang banyak justru trik menghafal qur’an)?
3. Bagaimana trik menghafal Al-Qur’an namun belum menguasai bahasa Arab? Apakah sebaiknya belajar bahasa Arab dahulu baru mulai menghafal?
Terima kasih atas jawaban ustad.
Fwan
Jawaban
1. Bolehkan kita menjadikan seorang hafizh (hafal 30 juz) yang belum punya sanad ke Rasulullah SAW sebagai guru tahfizh?
Pada dasarnya setiap muslim harus bisa baca Al-Qur’an, karena membacanya saja menjadi salah satu kewajiban bagi setiap muslim. Banyak ayat atau hadist yang memerintahkan kita untuk bisa baca Al-Qur’an, dalam surat al-Muzzammil ayat 4 Allah berfirman :
“وَرَتِّل الْقُرْآنَ تَرْتِيْلاً”
“Dan bacalah Al-Quran dengan tartil” (Q.S. Al-Muzzammil : 4)
Jadi yang terpenting adalah bagaimana bagi setiap muslim bisa baca al-Qur’an dan dibacanya setiap hari itulah yang terpenting. Mengenai orang yang hafal al-Qur’an 30 juz dan menjadi guru tahfizh belum menpunyai sanad itu sah-sah saja bahkan itu Rasulullah pun memuji orang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya.
Rasulullah SAW bersabda :
“خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ”.
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya”. (HR. Bukhari)
Namun memang idealnya seorang guru tahfizh Al-Quran punya hafalan 30 juz dan bersanad, menguasai bahasa Arab, faham makna dan tafsirnya, dan menjadi Al-Quran yang ‘berjalan’. Adapun yang keliru adalah seseorang mempunyai hafalan atau ilmu yang sudah dipelajari dari gurunya akan tetapi tidak diajarkan kembali pada orang lain. Jadi yang harus kita sampaikan ke orang lain adalah ilmu yang sudah dan pernah kita dapati dari guru kita walaupun hanya satu ayat.
Jadi jangan sampai kita memberikan susuatu apa yg belum kita miliki ilmunya. Tugas menyampaikan (tabligh), dalam hal ini mengajarkan Al-Quran kepada orang lain sesuatu yang pernah kita pelajari, tidak perlu menunggu sampai kita mendapatkan sanad Al-Quran dengan bertalaqqi kepada seorang syaikh atau guru yang sudah dapat sanad yang bersambung ke Rasulullah SAW, walaupun yang paling ideal adalah memang demikian. Satu hal lainnya jangan sampai ketika kita belajar dan sudah memiliki sanad menjadikan diri kita sombong dan merendahkan guru Al-Quran lainnya, justeru semakin ilmu kita bertambah semakin tawadhu’ dan hormat kepada mereka, apalagi mungkin kita pernah menimbah sebagian ilmu dari sebagian mereka.
2. Bagaimana sebenarnya mekanisme dari sanad tahfidz ini, mulai dari Rasul, sahabat hingga ke masa kini (karena tulisan tentang ini sangat jarang dibahas, yang banyak justru trik menghafal qur’an)?
Sekali lagi, belajar Al-Quran yang paling ideal adalah belajar dari seorang syaikh/guru yang memiliki sanad hingga sampai kepada Rasulullah SAW. Karena demikian metode yang diajarkan dalam mempelajari Al-Quran sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang ini. Yaitu dengan talaqqi atau juga dikenal dengan Musyafaha, yaitu berhadapan langsung dengan seorang guru yang telah memiliki sanad hingga sampai kepada Rasulullah SAW.
Kalau kita baca sejarah tentang per-sanad-an, maka kita akan dapat mengetahui bahwa Rasulullah SAW telah menerima Al-Quran dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril (bertalaqqi), kemudian Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya, kemudian para sahabat pun mengajarkan Al-Quran kepada tabi’in, para tabi’in pun mengajarkan kepada generasi selanjutnya. Atau dengan ungkapan sebaliknya, seorang yang memiliki sanad saat ini, telah bertalaqqi kepada gurunya yang telah memiliki sanad. Kemudian gurunya juga mendapatkan sanad dari gurunya lagi, hingga sampai pada qari’ dari kalangan tabi’in, para qari’ dari kalangan tabi’in bertalaqqi kepada qari’ dari kalangan sahabat, para qari dari kalangan sahabat ini pun bertalaqqi kepada Rasulullah SAW, Rasulullah SAW bertalaqqi kepada Malaikat jibril, malaikat jibril bertalaqqi langsung kepada Allah SWT, dengan cara kita tidak mengetahuinya dan kita hanya berkewajiban untk mengimaninya.
Sampai saat ini pun, banyak para penghafal Al-Quran yang memiliki ijazah atau sanad dari para syaikhul Qurra’ (ulama yang mentalaqqi-kan Al-Quran kepada para murid-muridnya). Namun apa bila di suatu tempat atau daerah sulit untuk mendapatkan atau bertemu langsung untuk bertalaqqi langsung secara musyafahah dengan seorang syaikh atau guru Al-Quran yang memiliki sanad, maka sebagai gantinya – walau pun idealnya adalah talaqqi langsung dengan syaikh tersebut – dia bisa menggunakan suara seorang syaikh atau guru Al-Quran yang telah bersanad tersebut yang telah direkam. Tentunya saat ini mudah sekali untuk mendapat kaset, CD atau yang semacamnya, bahkan dalam bentuk audio visual pun demikian, sehingga saat belajar, seseorang bisa melihat wajah dan gerak mulut guru tersebut, jadi kemudahan belajar Al-Quran pun samakin terasa nikmatnya.
Atau juga saat ini tida sedikit rekaman tilawah Al-Quran yang dikenal dengan mushaf mu’allim, rekaman suara Al-Quran baik dalam bentuk kaset, CD MP3 atau yg semacamnya. Dimana seorang syaikh membacakan ayat Al-Quran kemudian setelahnya diikuti oleh para qari’ secara bersama-sama.
Pada masa kita saat ini yang menjadi pelopor metode ini adalah syaikh para Qari’ yang berasal dari Mesir, Syaikh Mahmud Khalil Al-Hushari rahimahullah, sejak kecilpun saya pribadi sering mendengarkan lantunan tilawah Syaikh tersebut melalui radio Asy-Syafiyyah Jakarta yang disiarkan setiap hari. Walaupun cara atau metode seperti ini pernah dilakukan oleh para Qurra’ dari kalang ulama salaf terdahulu.
Imam Suyuthi berkata :
“Diceritakan bahwa Syaikh Syamsuddin ibnu Al-Jazari ketika datang ke Kairo (untuk mengajarkan Al-Quran), jumlah orang yang belajarpun demikian banyaknya sehinggga waktu yang tersedia tidak cukup untuk mengajarkan qiraah kepada mereka semua, maka beliau pun membacakan kepada mereka yang kemudian bacaannya tersebut diikuti secara bersamaan oleh orang-orang yang hadir tersebut”.
3. Bagaimana trik menghafal Al-Qur’an namun belum menguasai bahasa Arab? Apakah sebaiknya belajar bahasa Arab dahulu baru mulai menghafal?
Allah SWT menjamin betapa mudahnya Al-Quran untuk dihafal, demikian Dia menegaskan beberapa kali dalam firmannya :
Idealnya memang ketika seorang yang ingin menghafal Al-Quran, dia sudah mampu berbahasa Arab dengan baik, sehingga ketika dia sedang menghafal ayat-ayat Al-Quran, maka dia akan lebih cepat menghafal dibanding orang yang belum memahami Bahasa Arab dengan baik. Karena, ayat yang sudah difahami akan lebih mudah untuk dihafal bila dibanding dengan ayat yang belum kita fahami. Apa bila semua metode dan cara sudah dilakukan, maka orang yang faham bahasa arab akan lebih mudah menghafal Al-Quran dan mudah memahami isi dan kandungan Al-Quran dengan bantuan modal awal, yaitu Bahasa Arab.
Namun bagi kita yang belum menguasai Bahasa Arab, maka bisa menggunakan Mushaf terjemah, agar saat menghafal anati akan dapat mengetahui maksud ayat yang akan dihafal walaupun hanya secara global saja.
Semoga Allah SWT memberikan kemudahan kepada kita untuk terus belajar Al-Quran lebih dalam lagi, mulai dari belajar membaca, menghafal, memahami isi dan kandungan Al-Quran serta dapat mengamalkan dan memasyarakatkan Al-Quran ke tengah masyarakat kita. Aamiin
Wallahu ‘alam bishshawab
Ust. H. Taufik Hamim Effendi, Lc., MA
Note:
*Bila artikel ini bermanfaat silahkan segera share agar anda juga mendapat aliran pahala yang takkan pernah henti insya Allah
*Bila ada masukan dan koreskian serta pertanyaan silahkan berkomunikasi dengan saya, jazakumullah khairan katsiran